Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran atau Pakuan Pajajaran ada karena gabungan dua kerajaan yang sudah ada sebelumnya, yaitu Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Ada latar belakang yang membuat Pakuan Pajajaran ada sampai akhirnya runtuh karena serangan dari Kesultanan Banten. Runtuhnya kerajaan ini meninggalkan sisa dan bukti sejarah berupa peninggalan-peninggalannya yang sampai sekarang ini masih ada. Suatu saat, beberapa waktu kemudian saat Islam datang ke daerah ini, maka penerus pemerintahan tersebut menjadi cikal bakal Kerajaan Banten.

Masyarakat di Kerajaan Pajajaran hidup berdampingan dengan baik dan agama yang dianut oleh masyarakat dan keluarga kerajaan adalah agama Hindu. Raja yang paling terkenal dan membawa Pajajaran ke masa kejayaan adalah Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi. Ketahui lebih lanjut tentang kerajaan yang memberikan peninggalan berupa perjanjian Portugis-Sunda berikut.

Sejarah Kerajaan Pajajaran

Sejarah Kerajaan Pajajaran tak bisa dilepaskan dari dua kerajaan yang sudah ada sebelumnya. Dua kerajaan yang menjadi asal mula dari kerajaan ini. tadinya ada Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang sama-sama menempati tanah Parahyangan. Keduanya disatukan dengan pernikahan antara putra dan putri masing-masing raja.

Sampai akhirnya ada konflik antara raja yang memimpin dan diambil solusi untuk mengganti semua raja yang memimpin. Hanya ditemukan satu nama saja sebagai pengganti dua raja tersebut. Hingga akhirnya, dua kerajaan ini disatukan dan dipimpin oleh Jayadewata atau Sri Baduga Maharaja sebagai raja pertama.

Selama kepemimpinan Sri Baduga Maharaja, Pajajaran menjadi kerajaan yang berjaya dan banyak sekali pembangunan pada saat itu. Mulai dari tempat hiburan, tanah khusus pendeta, telaga besar, keputren, dan bangunan lainnya yang kini menjadi situs peninggalan.

Adanya serangan dari Kesultanan Banten dan raja yang saat itu memimpin tidak sekuat Sri Baduga Maharaja adalah penyebab Pajajaran runtuh. Runtuhnya kerajaan ini ditandai dengan doboyongnya singgasana raja dari istana ke keraton milik Kesultanan Banten.

Peninggalan Kerajaan Pajajaran

Ada peninggalan Kerajaan Pajajaran berupa situs dan ada juga yang berupa prasasti. Prasasti yang ditinggalkan oleh Pakuan Pajajaran diantaranya prasasti Cikapundung, Kebon Kopi II, Ulubelu, Huludayeuh, dan Batu Tulis. Situs Karangkamulyan, Komplek Makam Keramat, dan Perjanjian Sunda-Portugis menjadi peninggalan lainnya.

Prasasti Batu Tulis berwujud sebagai epigraf batu yang ditulis, yang mana ditemukan id tepi Sungai Cisadane. Sedangkan prasasti Huludayeuh ditemukan di Desa Huludayeuh, Cirebon, yang di atasnya tertulis aksara Sunda Kuno.

Prasasti Ulubelu ditemukan sekitar tahun 1930 an di Lampung, dan prasasti Kebon Kopi II adalah prasasti yang ditemukan dekat dengan prasasti Kebon Kopi I. Namun, prasasti Kebon Kopi I bukanlah prasasti yang ditinggalkan oleh Kerajaan Pajajaran. Prasasti Kebon Kopi II menceritakan salah satu raja dari Kerajaan Sunda, yang ada lebih dulu sebelum Pajajaran. Ada juga prasasti Cikapundung yang ditemukan di kebun kina pada abad ke-18.

Situs Karangkamulyan adalah situs prasejarah yang berada di Ciamis, Jawa Barat. Situs ini memiliki corak Budha-Hindu yang sangat khas. Komplek Makam Keramat berada di kawasan Kebun Raya Bogor, di dalamnya ada makam salah satu istri Prabu Siliwangi.

Juga ada peninggalan berupa perjanjian, yaitu Perjanjian Sunda-Portugis. Perjanjian ini wujudnya berupa batu tertulis, yaitu sebuah perjanjian antara raja yang sedang memimpin Pakuan Pajajaran dengan pemimpin Portugis saat itu. Ditemukan di Batavia pada tahun 1918, diketahui dulunya batu perjanjian ini diletakkan di dalam benteng yang dibangun oleh Portugis.

Baca juga: Kerajaan Gowa Tallo

Silsilah Kerajaan Pajajaran

Silsilah Kerajaan Pajajaran selengkapnya dimulai dari dua kerajaan yang sudah ada sebelum Pakuan Pajajaran berdiri. Dua kerajaan tersebut adalah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Kerajaan Sunda dipimpin oleh Raja Susuktunggal yang memiliki putra dan dinikahkan dengan putri dari raja Kerajaan Galuh. Raja Kerajaan Galuh saat itu adalah Raja Dewa Niskala.

Selain memiliki putra yang dinikahkan dengan putra Raja Susuktunggal, Raja Dewa Niskala juga memiliki seorang putra bernama Jayadewata. Jayadewata inilah yang akhirnya menjadi raja untuk Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Gabungan dua kerajaan ini disebut sebagai Kerajaan Pajajaran.

Prabu Siliwangi atau Jayadewata menikah dengan Dewi Subang Larang, Dewi Kumudaningsih putri Raja Susuktunggal, dan juga dengan Dewi Ambetkasih. Dengan Dewi Subang Larang memiliki putra dan putri bernama Walangsunggang, Rara Santang, dan Raja Sanggara.

Bersama Dewi Kumudaningsih memiliki putra Surasowan Adipati Banten, Prabu Surawisesa, dan Surawati. Sedanglan bersama Dewi Ambetkasih memiliki putra dan putri Banyak Cotro, Banyak Ngampar Arya Gagak Ngampar, dan Retna Ayu Mrana.

Penerus kerajaan setelah Prabu Siliwangi meninggal adalah putranya yang memiliki ibu Dewi Kumudaningsih, yaitu Prabu Surawisesa. Setelah memimpin selama 9 tahun lamanya, ia digantikan oleh putranya yang dipanggil dengan nama Prabu Ratu Dewata. Silsilah keluarga kerajaan terus berlanjut hingga Ratu Sakti, Ratu Nilakendra, dan Eaga Mulya.

Lokasi Kerajaan Pajajaran

Lokasi Kerajaan Pajajaran pusatnya adalah di tanah Parahyangan atau yang disebut sebagai Provinsi Jawa Barat sekarang ini. sedangkan untuk ibukotanya atau pusat kerajaan berada di Dayeuh (bahasa Sunda Kuno). Dayeuh sendiri sekarang adalah wilayah yang sama yang disebut sebagai Tatar Pasundan. Wilayah tersebut saat ini berada di sekitar Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Kehidupan Politik dan Sosial Kerajaan Pajajaran

Kehidupan politik kantara keuarga kerajaan dijembatin dengan pernikahan. Dari sejak awal, ada pernikahan antara putra dari raja Kerajaan Galuh dan putri dari raja Kerajaan Sunda. Yang mana, Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh adalah asal usul dari Kerajaan Pajajaran.

Kehidupan politik dan sosial kerajaan Pajajaran yang menjadikan pernikahan sebagai jembatan politik masih dibuktikan dari generasi selanjutnya. Prabu Siliwangi atau Jayadewata yang dipilih untuk memimpin Pajajaran pertama kali menikah dengan putri pamannya (Dewi Ambetkasih), dan juga menikah dengan putri dari Raja Susuktunggal (raja dari Kerajaan Sunda.

Untuk kehidupan sosial, masyarakat memiliki ragam mata pencaharian yang luas. Masyarakatnya juga digolongkan berdasarkan mata pencaharian yang dimiliki. Golongan terbesar adalah golongan dengan mata pencaharian dan golongan dengan mata pencaharian pedagang.

Juga sudah dikenal golongan penjahat, yang mana memiliki pekerjaan untuk mencuri, membunuh, merampok, dan lain sebagainya.

Jayadewata sebagai raja pertama membuat peraturan perundangan yang mengatur tugas masing-masing abdi kerajaan. Begitu juga undang-undang untuk masyarakatnya, seperti sistem upeti dan sanksi untuk tindak kejahatan.

Penyebab Runtuhnya Kerajaan Pajajaran

Kesultanan Banten adalah kerajaan bercorak Islam yang berdiri sebagai anak Kerajaan Demak, kesultanan inilah yang menjadi sebab runtuhnya Pajajaran. Saat itu raja yang memimpin Kesultanan Banten adalah Maulana Yusuf, melakukan serangan ke Pajajaran tidak dengan peperangan.

Kemenangan Kesultanan Banten disebabkan raja yang sedang memimpin Pajajaran tak sekuat raja sebelumnya, Sri Baduga Maharaja. Kalahnya Pajajaran di tangan Kesultanan Banten ditandai dengan diboyongnya singgasana milik kerajaan menuju pusat Kerajaan Banten. Adapun singgasana tersebut diboyong ke Keraton Surosowan yang sampai sekarang ini masih ada sebagai salah satu peninggalan Kerajaan Banten.

Dipindahkannya singgasana kerajaan dimaksudkan supaya raja yang memimpin tidak bisa lagi menobatkan raja yang baru, alias sudah runtuh kerajaannya.

Penyebab runtuhnya Kerajaan Pajajaran ini berada di tahun 1579 Masehi. Kalahnya Pajajaran di tangan Banten juga menjadi simbol perubahan dinasti, dinasti Hindu yang berubah menjadi dinasti Islam. Sebab setelahnya, mulai disebarkan ajaran agama Islam di sekitar bekas wilayah Kerajaan Pajajaran.

Cerita runtuhnya Pajajaran membuahkan cerita baru yang sampai sekarang ini masih ada sebagai bukti sejarah, yaitu Suku Baduy. Suku Baduy adalah suku yang masih ada hingga sekarang ini dan tinggal di sekitar bekas pusat kerajaan (Lebak). Konon, abdi-abdi kerajaan ini membentuk komunitas yang disebut dengan Suku Baduy, mereka menjalani kehidupan dengan peraturan mandala yang ketat.

Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran

Masa kejayaan Kerajaan Pajajaran adalah masa saat dipimpin oleh Sri Baduga Maharaja. Ia adalah raja yang pertama Pakuan Pajajaran sekaligus raja yang menghantar Pajajaran ke kejayaannya. Saat ia memimpin, ada banyak pembangunan yang dilakukan, bahkan bisa dikatakan keadaan Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh yang ada sebelumnya berbanding terbalik dengan Kerajaan Pajajaran yang ada setelahnya.

Saat Sri Baduga Maharaja memimpin, mulai dibangun banyak dermaga untuk memudahkan perdagangan. Angkatan militer diperkuat dengan banyak cara, seperti misalnya pembangunan asrama khusus. Hal ini bertujuan supaya banyak pemuda yang berminat untuk mengikuti militer.

Sri Baduga Maharaja juga membantu keputren, sebuah istana atau tempat khusus untuk putri-putri. Tidak sampai situ saja, juga dibangun telaga besar untuk sumber air yang lebih mudah, baik untuk kebutuhan masyarakat maupun untuk pertanian.

Oleh Sri Baduga Maharaja, juga dibuatkan undang-undang supaya setiap abdi kerajaan yang bekerja mengetahui apa tugasnya secara spesifik. Jalan dari Pakuan sampai wanagiri mulai dibangun, pamingtonan atau tempat hiburan juga pertama kali dibangun oleh raja ini.

Di bidang keagamaan, Sri Baduga Maharaja juga menempatkan satu pendeta dengan murid-muridnya untuk satu desa. Mereka difasilitasi tanah perdikan yang merupakan tanah tanpa pajak, supaya mereka bisa melaksanakan kegiatan beribadah dengan tenang tanpa perlu memikirkan duniawi.

Cerita Kerajaan Pajajaran

Cerita Kerajaan Pajajaran diawali dengan adanya dua kerajaan yang menempati lokasi Pakuan Pajajaran berada. Kerajaan ini bertempat di tanah Parahyangan, yang di zaman sekarang ini disebut sebagai Jawa Barat. Dahulu di tanah Parahyangan, ada dua kerajaan yang saling hidup berdampingan karena pernikahan putra dan putri masing-masing raja.

Kerajaan Sunda saat itu dipimpin oleh Raja Susuktunggal dan Raja Dewa Niskala adalah pemimpin Kerajaan Galuh. Keterikatan antara kedua kerajaan yang dimaksud adalah putri dari raja Kerajaan Sunda yang dinikahkan dengan putra dari raja di Kerajaan Galuh.

Saat itu sekitar tahun 1400 Masehi, merupakan masa-masa runtuhnya Kerajaan Majapahit. Kemudian banyak pengungsi dari Majapahit yang datang ke tanah Parahyangan. Tak hanya disambut dengan baik saja, ada pernikahan di sana antara orang-orang dari Majapahit dengan keluarga Kerajaan Galuh.

Saat itu, Raja Dewa Niskala menikahkan putrinya yang lain dengan Prabu Kertabumi dari Majapahit. Ia sendiri juga menikah dengan salah seorang keluarga Kerajaan Majapahit yang datang. Raja Susuktunggal merasa terhianati karena Raja Dwwa Niskala telah melupakan aturan. Sebab, sudah dibuat peraturan sebelumnya bahwa keluarga kerajaan di tanah Parahyangan tidak boleh ada yang menikah dengan keluarga Kerajaan Majapahit.

Kedua kerajaan ini terancam perang, dan pada akhirnya ditengahi oleh penasihat kerajaan. Telah diputuskan bahwa supaya dua kerajaan tetap berdiri, digantilah raja-raja yang memimpin dari masing-masing kerajaan. Ternyata didapatkan satu nama saja sebagai raja di dua kerajaan tersebut, yaitu nama Jayadewata.

Jayadewata yang saat itu adalah putra dari Raja Dewa Niskala kemudian dijadikan raja untuk Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda. Hingga akhirnya dua kerajaan ini bersatu sebagai Kerajaan Pajajaran atau Pakuwan Pajajaran.

Prasasti Kerajaan Pajajaran

Ada lima prasasti Kerajaan Pajajaran yang saat ini disimpan di museum, lima prasasti tersebut antara lain Batu Tulis, Huludayeuh, Ulubelo, Kebon Kopi II, dan Cikapundung. Ada prasasti yang mengandung tulisan Melayu Kuno, dan ada juga yang menggunakan Sunda Kuno. Praasasti yang ditulis menggunakan bahasa Sundo Kuno adalah prasasti Huludayeuh.

Ada yang saat ditemukan masih memiliki tulisan yang jelas sehingga bisa diartikan, juga ada yang sudah termakan waktu sehingga tulisannya menghilang. Kebanyakan prasasti ini diberi nama sesuai dengan tempat ditemukannya.

Seperti misalnya prasasti Huludayeuh yang ditemukan di Desa Huludayeuh. Kebon Kopi II yang ditemukan di kebun kopi dan berada di dekat prasasti Kebon Kopi II. Cikapundung juga ditemukan di Dusun Cikapundung.

Prasasti Batu Tulis adalah prasasti yang ditemukan di Bogor Selatan pada abad ke-18. Ditemukan di dalam Komplek Makam Keramat yang juga merupakan situs peninggalan Kerajaan Pajajaran.

Raja Kerajaan Pajajaran

Hanya ada lima raja Kerajaan Pajajaran saja yang diketahui melalui peninggalan-peninggalannya, terutama berupa peninggalan berupa prasasti. Banyak prasasti yang menyebut raja yang bernama Sri Baduga Maharaja

Sri Baduga Maharaja adalah raja pertama di Kerajaan Pajajaran, namun bukan pendirinya. Sebab, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya Pakuan Pajajaran lahir dari dua kerajaan yang bergabung karena adanya konflik antar raja.

Sri Baduga Maharaja yang sering disebut-sebut dalam prasasti memiliki beberapa nama lain, nama lain tersebut adalah Jayadewata dan Prabu Siliwangi. Ia memimpin Pakuan Pajajaran selama kurang lebih 39 tahun, setelahnya digantikan oleh salah satu putranya yang bernama Prabu Surawisesa.

Prabu Surawisesa memimpin selama 9 tahun, atau tepatnya sampai tahun 1521 Masehi. Kemudian Pajajaran dipimpin oleh Ratu Dewata selama 8 tahun, dilanjutkan dengan Ratu Sakti selama 8 tahun, dan diakhiri oleh Ratu Nilakendra yang sempat memimpin selama 16 tahun.

Ratu Nilakendra adalah raja terakhir yang memimpin Pakuan Pajajaran karena pada masa pemerintahanya, Pajajaran diserang oleh Kesultanan Banten. Kesultanan Banten memenangkan serangan tersebut dan kursi singgasana dipindahkan ke istana milik Banten.

Makalah Kerajaan Pajajaran

Makalah Kerajaan Pajajaran dibuat untuk bahan belajar salah satu kerajaan Nusantara. Kerajaan Nusantara seperti Pakuan Pajajaran memberikan kisah dan pelajaran yang menarik untuk dipelajari. Seperti misalnya perpecahan antar raja bisa diselesaikan dengan menggabungkan dua kerajaan yang ada supaya semakin kuat, pemimpin yang bijaksana seperti Sri Baduga Maharaja, dan hal lainnya.

Pajajaran berdiri sebagai kerajaan mulai dari tahun 1482 Masehi dan runtuh pada tahun 1567 Masehi. Namun peninggalan yang diberikan kerajaan ini ada cukup banyak, terutama untuk prasasti.

Bisa ditarik pelajaran bahwa tidak selamanya pertikaian harus diselesaikan dengan peperangan. Hal ini dibuktikan dari digabungkannya dua kerajaan yang ada dan serangan yang dilakukan oleh Kesultanan Banten untuk merebut kekuasaan juga tidak diselesaikan dengan peperangan. Itulah sekilas sejarah tentang pemerintahan di masa lalu yang dapat diambil banyak hikmahnya. 

Tinggalkan komentar