Sosiologi

Banyak orang salah kaprah dalam memahami sosiologi. Tak sedikit yang mengira cabang ilmu sosial ini bukanlah bagian dari saintis. Bahkan penelitian terkait sosial dianggap tak bisa dipercayai layaknya sains. Anggapan ini tentu tak benar, sebab keberadaan ilmu sosial yang telah ada sejak puluhan tahun lalu.

Selain miskonsepsi yang terjadi, ada pula opini berbeda terkait ilmu sosiologi. Salah satunya mengaitkan etika dengan ilmu sosial tersebut. Segelintir masyarakat menganggap ilmu sosial tersebut mempelajari etika dan norma dalam masyarakat. Secara keilmuan, sosiologi memang membahas etika, namun tak sepenuhnya terpaku pada nilai-nilai semata.

Dalam praktiknya, seorang peneliti atau sosiolog justru mesti mengesampingkan nilai-nilai pribadi. Misalnya saja, tak menganggap perbedaan orientasi seksual sebagai kesalahan mutlak. Hal ini untuk menghindari bias yang kerap terjadi pada hasil penelitian. Di samping itu, masyarakat pun mengalami perubahan dinamis, sehingga memunculkan fenomena baru.

Pengertian Sosiologi

Secara sederhana, pengertian sosiologi merujuk pada keilmuan yang membahas tentang masyarakat. Jika ditarik lebih jauh, sosiologi terdiri dari 2 suku kata, yakni socious dan logos. Keduanya berasal dari bahasa latin yang berarti masyarakat dan pengetahuan. Para praktisi dan ahli sepakat sosiologi merupakan pengetahuan seputar hubungan antar individu dalam masyarakat maupun masyarakat dengan masyarakat.

Para sosiolog akan melihat gejala sosial yang terjadi, termasuk mengkaji ekonomi, politik, serta hubungan kekeluargaan. Setiap gejala sosial maupun non-sosial akan menjadi objek kajian yang memiliki hubungan timbal balik. Gejala sosial akan mempengaruhi gejala non-sosial, begitu pula sebaliknya. Untuk mengetahui dampaknya, tentu perlu dilihat pula ciri-ciri dari gejala sosial yang terjadi.

Hakikatnya, pengertian tentang ilmu sosiologi sangat bervariasi. Para ahli dan filsuf memberi pengertian berbeda, namun memiliki benang merah yang sama. Setidaknya, semua ahli sepakat kalau ilmu sosial tersebut berlandaskan pada kehidupan bermasyarakat dan fenomena sosial. Mengingat kondisi masyarakat selalu bergerak dan dinamis, tentu ada begitu banyak perubahan pula yang bisa diamati.

Masihkah ilmu sosial ini dianaktirikan dari sisi sains? Tentu saja tidak. Pasalnya, penelitian sosiologi selalu mendasarkan pada metode serta kerangka berpikir ilmiah. Sementara itu, sains menitikberatkan pengamatan terhadap segala hal. Bagaimana semua hal bekerja dan beroperasi? Dari sini, terlihat jelas kalau sosiologi merupakan bagian dari sains atau pengetahuan ilmiah yang berpusat pada masyarakat.

Fungsi Sosiologi

Keberadaan sosiologi tentu memberi dampak tersendiri bagi kehidupan manusia. Ini tercermin melalui fungsi sosiologi yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya, ada 4 kegunaan sosiologi bagi masyarakat. Pertama, sosiologi berperan penting bagi penelitian. Seperti ilmu pengetahuan lain, sosiologi selalu memperbaharui temuan dan data.

Hal tersebut tidak terlepas dari gejala sosial yang timbul di masyarakat. Dari penelitian yang ada, perencanaan sosial, pembangunan, serta pemecahan masalah ditemukan. Penelitian mengantarkan sosiolog atau pihak terkait untuk menyusun perencanaan dan pembangunan lebih tertata. Perencanaan dan pembangunan sosial merupakan 2 fungsi lain dari sosiologi yang bisa dirasakan manfaatnya.

Untuk pemecahan masalah sendiri, masyarakat tentu kerap mengalaminya sehari-hari. Gejala atau fenomena sosial yang muncul membutuhkan jawaban yang tepat. Bagaimana seharusnya ketergantungan remaja terhadap gawai diatasi? Masalah semacam ini sudah menjadi ranah penelitian sosiologi, baik menggunakan metode penelitian kualitatif maupun kuantitatif.

Fungsi pemecahan masalah sendiri seringkali menggunakan 3 metode, yakni antisipatif, represif, dan restitusif. Metode antisipatif dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan atau persiapan agar masalah tidak terjadi. Sedangkan represif ditujukan untuk memberi efek jera pada para pelaku pelanggaran dari sebuah fenomena sosial.

Terakhir, ada metode restitutif merupakan kebalikan dari represif. Restitusif adalah pemberian penghargaan atau reward pada individu yang menaati peraturan. Artinya, metode pemecahan masalah menerapkan sistem punishment atau hukuman dan reward atau penghargaan.

Objek Kajian Sosiologi

Masyarakat menjadi objek kajian sosiologi dengan berbagai pendekatan maupun metodologi. Para peneliti dapat mengkaji interaksi antar individu dalam kelompok ataupun kelompok dengan kelompok. Aspek yang dipilih pun sangat beragam, termasuk ekonomi, politik, hingga kriminal. Dengan begini, ilmu sosial tersebut memiliki ruang lingkup yang lebih luas dibanding ilmu sosial lainnya.

Penelitian sosiologi tak terpaku pada sosial masyarakat semata, tetapi berbagai fenomena yang muncul. Beberapa penelitian juga memanfaatkan bidang keilmuan lain untuk mendukung kajian sosiologi. Misalnya saja, seorang sosiolog harus memahami sejarah dari sebuah masyarakat untuk mengetahui munculnya nilai atau norma tertentu.

Mengingat manusia selalu berubah dan dinamis, tentu penelitian sosiologi pun terus berkembang. Hasil penelitian dengan objek material yang sama berpeluang memberi hasil berbeda. Sebagai contoh, sosiolog meneliti kecanduan orang dewasa bermain game online. Lima tahun lalu, game online mungkin tak seramai sekarang, namun berbeda saat ini. Hasil penelitian tersebut bisa saja memberikan solusi guna mengatasi kecanduan game online di kalangan orang dewasa.

Dari sini, bisa disimpulkan bahwa objek kajian selalu berpusat pada masyarakat. Bagaimana individu berhubungan dalam masyarakat? Bagaimana pula hubungan kelompok yang satu dengan lainnya? Tak cuma itu, ilmu sosial tersebut juga mengamati hubungan timbal balik yang terjadi antara individu, kelompok, serta masyarakat pada umumnya.

Ciri-Ciri Sosiologi

Sebelum beranjak lebih jauh, ada baiknya Anda mengetahui ciri-ciri sosiologi. Ilmu sosial ini memiliki 4 ciri utama, yakni empiris, non etis, teoritis, dan kumulatif. Empiris berarti menitikberatkan pada pengamatan atau observasi. Sosiologi harus mengedepankan akal sehat dan tidak berpatokan pada dugaan atau spekulasi.

Ciri sosiologi kedua adalah teoritis. Pengamatan atau observasi di lapangan sebelumnya disusun menjadi sebuah abstraksi. Abstrak harus disusun secara logis dan memenuhi unsur sebab-akibat untuk menjadikannya teori. Teori-teori yang sudah ada sebelumnya dapat diperbaharui, diperluas, maupun dikuatkan oleh teori baru. Ini merupakan ciri kumulatif dari ilmu sosial tersebut.

Berikutnya, ilmu sosial tersebut memiliki ciri non etis. Sebuah pembahasan dalam bidang sosiologi tidak mempertanyakan atau menekankan pada salah dan benar. Sosiologi justru memberi penjelasan lebih mendalam terkait masalah secara analitis. Masyarakat bisa menemukan solusi dan pencerahan dari masalah yang mungkin tengah dihadapi.

Meskipun ilmu sosial tersebut termasuk cabang sosial, ruang lingkupnya sangat luas. Sosiologi selalu rasional dan empiris, layaknya ilmu pengetahuan lain. Sifat-sifat dasar pada cabang ilmu pengetahuan lain pun bisa ditemukan pada ilmu sosial tersebut, termasuk abstraksi dan kemurnian. Alasan ini yang menjadikan sosiologi sangat menarik dan patut dijadikan kajian ilmu pengetahuan.

Baca juga: Kerajaan Islam Di Indonesia

Teori Sosiologi

Sebagai ilmu sosial yang mengkaji kehidupan manusia atau masyarakat, teori sosiologi tentu terus berkembang. Selalu ada pembaharuan dan perbaikan yang menjadikan ilmu sosial tersebut sangat menarik. Bahkan pembahasan masalah dalam aspek sosiologi pun bisa diikuti oleh siapapun. Tak hanya terbatas pada para peneliti atau sosiolog semata, namun masyarakat.

Walaupun teori terus berkembang, tetapi ada beberapa teori dasar yang masih terus relevan. Hal ini tidak terlepas dari penemuan ilmu sosial tersebut yang diawali oleh August Comte. Filsuf berkebangsaan Perancis tersebut mencetuskan tiga tahap sosiologi, yakni teologis, metafisik, dan positivis. Dengan ide tersebut, August Comte dikenal sebagai bapak sosiolog hingga sekarang.

Tak hanya Comte, kita mengenal pula tokoh sosiolog ternama, yakni Emile Durkheim. Ia mencetuskan teori klasik  yang menguak keteraturan sosial. Masyarakat selalu menemukan kesulitan saat membentuk dan menciptakan keteraturan sosial, padahal sangat berdampak pada solidaritas serta integritas sosial.

Tokoh Sosiologi

Pada sub bab sebelumnya telah disinggung beberapa teori dasar dari sosiologi serta para tokohnya. Untuk menambah daftar tersebut,  ada baiknya Anda mengetahui tokoh sosiologi yang memiliki andil besar bagi perkembangan ilmu sosial tersebut. Selain August Comte dan Emile Durkheim, Max Weber menjadi salah satu tokoh paling berpengaruh.

Max Weber memperkenalkan hubungan antara ekonomi dan sosiologi. Pemikiran tersebut berkontribusi besar terhadap perkembangan sosiologi ekonomi modern. Tak hanya mengaitkan ekonomi dan ilmu sosial tersebut, Weber juga menjelaskan kaitan kapitalisme dengan Protestan.

Nama Karl Marx mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ia merupakan tokoh yang sangat vokal. Kelas sosial menjadi ide utama Karl Marx yang masih langgeng sampai saat ini. Marx menyebutkan adanya kapitalisme yang menguasai perekonomian masyarakat. Ia juga membagi masyarakat dalam dua kelas, yakni borjuis dan proletar. Di dalamnya, ada ketimpangan sosial yang menguntungkan para pemilik modal atau borjuis.

Sejarah Sosiologi

Perkembangan sejarah sosiologi dimulai sejak zaman Yunani kuno. Pada masa itu, ilmu sosial tersebut merupakan bagian dari filsafat sosial. Masyarakat Yunani hanya membahas hal-hal menarik yang terjadi di sekitar mereka, seperti konflik dan politik. Seiring berjalannya waktu, pembahasan masyarakat pun mulai mengalami perubahan dan peningkatan.

Orang-orang tak lagi berpusat pada perang maupun konflik, namun menciptakan sebuah norma dan nilai. Dari sinilah sosiologi berkembang pesat dan mencetuskan ide-ide baru. Salah satunya diinisiasi oleh August Comte, filsafat Perancis yang pertama kali menyebut ilmu sosial tersebut pada bukunya. August Comte melihat adanya dampak negatif yang ditimbulkan dari revolusi Perancis.

Di satu sisi, revolusi melahirkan konflik antar kelas dengan berbagai problematikanya. Anarkisme menjadi hal lumrah yang harus dihadapi masyarakat setiap hari. August beranggapan ketidaktahuan masyarakat dalam mitigasi masalah menjadi penyebab utamanya. Mereka tak tahu harus berbuat apa untuk mengatasi konflik, sehingga melahirkan aksi anarkis.

Dekade berikutnya, sosiologi berkembang pesat di Eropa. Ini disebabkan kelahiran sosiologi yang berawal dari Perancis dan mulai dikenal luas di Jerman. Banyak pemikir sosiologi modern yang lahir dan mencetuskan ide-ide serta konsep sosiologi baru. Pemikiran tersebut menjadi sumbangsih terbesar dalam keilmuan sosiologi di masa sekarang. Di Indonesia sendiri, ada beberapa sosiolog yang dikenal luas oleh masyarakat dan karya serta pemikirannya banyak menjadi bagian dari sejarah keilmuan di negara kita.

Konsep Dasar Sosiologi

Konsep dasar sosiologi merupakan pemikiran dasar yang digunakan untuk mengatasi masalah. Dalam konteks ilmu sosial tersebut, konsep dasar mengacu pada studi yang memberikan kebermanfaatan. Ini sangat bergantung pada kebutuhan di lapangan. Secara umum, konsep dasar berpusat pada gejala-gejala sosial, individu, hingga masyarakat.

Penelitian sosiologi tak pernah terlepas dari keadaan sosial dari suatu masyarakat. Keberadaan komunitas dan individu membentuk masyarakat beserta nilai-nilai di dalamnya. Sejauh ini, nilai dan etika memang masih disalahpahami sebagai konsep dasar. Tak sedikit pula yang menyamakan etika sebagai dasar ilmu sosial tersebut, padahal bukan demikian.

Nilai atau norma yang berlaku seringkali dilanggengkan oleh segelintir kelompok. Sebuah nilai ditetapkan dan dilanggengkan oleh kelompok yang berkuasa demi kepentingan tertentu. Alasan ini yang membuat nilai seringkali bias atau tak berlaku surut. Contoh sederhana adalah panggilan kepada orang yang lebih tua. Di Indonesia, memanggil orang yang lebih tua tak boleh dengan nama saja.

Perspektif Sosiologi

Mempelajari sosiologi secara mendalam tentu harus mengenal perspektif sosiologi. Secara harfiah, ilmu sosial tersebut menitikberatkan pada 4 perspektif paling umum, yakni evolusionis, fungsionalis, interaksionisme, dan konflik. Perspektif evolusionis merupakan perspektif tertua yang berlandas pada teori atau bersifat teoritis.

Berbeda dengan evolusionis, perspektif fungsionalis melihat masyarakat sebagai suatu kelompok yang menganut seperangkat nilai dan aturan serta saling bekerjasama. Sistem kemasyarakatan dinilai berjalan secara seimbang dan selaras. Ketika terjadi perubahan keinginan, maka pola yang ada pun hilang.

Perspektif interaksionisme justru menimbang pikiran dan perasaan manusia sebagai anggota masyarakat. Setiap individu dinilai mampu bersikap dan mengatasi masalah yang ditemui dengan interpretasinya sendiri. Sedangkan perspektif konflik melihat dinamika kekuasaan yang berimbas pada perubahan dalam sistem kemasyarakatan. Nilai dan moral adalah hal lumrah yang dilanggengkan kelompok penguasa.

Jurnal Sosiologi

Di zaman modern seperti sekarang, tak sulit menemukan jurnal sosiologi. Anda bisa membaca jurnal terbaru dengan penelitian terkini. Tema yang diangkat selalu menarik dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Untuk menambah khazanah pengetahuan, ada baiknya mencari jurnal terakreditasi dengan kerangka berpikir yang logis.

Sudah semakin banyak jurnal yang bisa diakses secara gratis dan bebas. Beberapa universitas juga menyediakan layanan akses jurnal berbayar secara gratis. Layanan tersebut bisa Anda manfaatkan secara maksimal untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian dari berbagai jurnal bisa pula dijadikan acuan dan bahan penelitian Anda.

Dengan membaca berbagai jurnal, Anda sebenarnya tengah mencari pembaharuan. Novelty atau pembaharuan selalu menjadi penilaian utama dalam setiap penelitian. Banyak jurnal internasional yang sulit sekali menerima penelitian umum atau kurang spesifik, terlebih hanya menyadur penelitian sebelumnya.

Oleh sebab itu, carilah pembaharuan atau novelty untuk menjamin keaslian tulisan. Tak ada salahnya melihat fenomena sosial di sekitar Anda untuk diangkat dalam penelitian. Contoh paling mudah adalah mencari jawaban atas keresahan Anda atas gejala sosial. Belakangan ini misalnya, fenomena berbelanja online yang kian meningkat di tengah pandemi, namun menimbulkan masalah ekonomi di sisi lain.

Makalah Sosiologi

Bagaimana menulis makalah sosiologi yang menarik dan bagus? Banyak orang mempertanyakan hal ini, terutama para akademisi. Poin utama dalam menulis makalah adalah menyusun kerangka berpikir. Tulisan ilmiah berbeda dengan tulisan pada umumnya. Anda harus mengedepankan fakta dan data yang ada untuk mendukung observasi.

Bukan hanya kerangka berpikir, Anda pun harus memilih topik atau pembahasan yang menarik. Setelah itu, pastikan Anda tak menetapkan nilai pribadi ke dalam tulisan. Bersikaplah objektif sebisa mungkin, agar tak menimbulkan bias. Pada penelitian sosiologi, bias sangat dihindari sebab tidak adanya penilaian baik dan buruk pada suatu fenomena sosial.

Apapun yang terjadi dalam suatu masyarakat, ini merupakan bagian dari gejala sosial. Nilai yang Anda anut tak semestinya menghakimi kelompok masyarakat tersebut, meskipun berseberangan. Ruang lingkup penelitian ilmu sosial tersebut pun tak mesti terbatas pada gejala sosial, namun juga non-sosial. Anda bisa mengaitkan gejala sosial dengan bidang lainnya, seperti ekonomi, politik, maupun pendidikan.

Seperti halnya makalah, Anda perlu pula membuat hipotesa atau praduga. Apa yang akan dihasilkan dari penelitian Anda? Di akhir tulisan, hipotesis mungkin saja terbukti atau sebaliknya. Untuk mendukung penelitian tersebut, Anda bisa menerapkan salah satu perspektif atau pemikiran ilmu sosial tersebut. Pilih pula metode yang mendukung penelitian, sehingga mendapatkan hasil yang akurat.

Tinggalkan komentar